Jumat, 05 Desember 2014
Selasa, 25 November 2014
Makalah Peran Mahasiswa Dalam Upaya Memerangi Korupsi di Indonesia
MAKALAH
PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA MEMERANGI
BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA
Dibuat Oleh :
Abdul Ghofur Siti Khotimah
Indah Nurlailah Rita Saptaeni
Eva Agustin Saputri Chairiza Annisa Delia
Fitri Aulia Merikrismen Walui
Dila Fadilatul Hujroh Fitri Istianisa
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER (STMIK)
PRANATA INDONESIA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, maka
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA
MEMERANGI BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA” dengan harapan semoga makalah ini bisa
bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita sehinga lebih mengenal tentang
apa itu KORUPSI dan lebih peduli untuk mencegah,mengawasi KORUPSI baik
dilingkungan Masyarakat maupun Instansi pemerintahan. Akhir kata semoga makalah
ini bisa bermanfaat bagi Para Mahasiswa, Pelajar, Umum dan semua yang membaca
makalah ini semoga bisa di pergunakan dengan semestinya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………..
i
Dafta Isi………………………………………………………………………. ii
BAB
I : PENDAHULUAN………………………………………………...................... 1
-
Latar Belakang………………………………………………………............................. 1
-
Maksud dan Tujuan…………………………………………………............................. 2
BAB II
: LANDASAN TEORI………………………………………….......................... 3
A. Pengertian
Korupsi secara Teoritis…………………………………………….............. 3
B. Tindak
Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang…………………………................. 4
I. Korupsi
Aktif…………………………………………………………………..... 4
II. Korupsi
Pasif………………………………………………………………....... 7
C.
Teori Budaya Korupsi…………………………………………………………….............. 8
D.
Faktor
Penyebab Korupsi………………………………………………………............... 10
E. Gerakan Anti Korupsi…………………………………………………………….............. 12
BAB III :
PEMBAHASAN……………………………………………………………….... 14
A.
Peran
Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi ………………………................ 14
B. Keterlibatan Mahasiswa…………………………………………………………............... 16
C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di
Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah Terjadinya Tindak Korupsi………………………………………………………................................. 17
D.
Hambatan
dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan Kampus……………………………………………………………………………................... 18
BAB IV : KESIMPULAN
DAN SARAN……………………………………………….......... 19
Kesimpulan……………………………………………………………………………….......... 19
Saran-Saran………………………………………………………………………………........ 20
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………....... 21
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang
dihadapi oleh masyarakat nasional maupun internasional. Korupsi sering
dikaitkan dengan politik, juga dikaitkan dengan perekonomian, kebijakan publik,
kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional.
Korupsi di tanah air kita ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor
eksternal adalah faktor penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari
luar. Faktor internal terdiri aspek moral, aspek sikap atau perilaku dan aspek
sosial. Faktor eksternal dilacak dari aspek ekonomi, aspek politis, aspek
manajemen dan organisasi, aspek hukum dan lemahnya penegakkan hukum, serta aspek social yaitu lingkungan atau
masyarakat kurang mendukung perilaku anti korupsi. Korupsi
tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi menimbulkan
efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Korupsi memiliki
berbagai efek penghancuran yang hebat, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai
pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namum
disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai
positif yang semakin tertata, namun
memberikan efek negative bagi perekonomian secara umum. Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik
mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada
kalangan generasi muda sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena
mahasiswa adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para
penjabat terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan
lingkungan di sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi
generasi muda supaya tidak melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih
dulu dipengaruhi oleh “budaya” korupsi dari generasi pendahulunya.
II.
Maksud
dan Tujuan
A.
Maksud
Maksud
dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang perilaku
korupsi di Indonesia yang sangat meprihatinkan, dan sebagai mahasiswa tentu
kami ingin memberikan kontribusi untuk mencegah terjadinya korupsi, karena
mahasiswa adalah lapisan masyarakat yang memepunyai ideologi tinggi dan mampu
memberikan pengawasan terhadap kinerja instansi pemerintahan.
B.
Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut :
a)
Mengetahui pengertian dari korupsi.
b)
Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang
ada di Indonesia.
c)
Mengetahui persepsi masyarakat tentang
korupsi.
d)
Mengetahui peran serta Mahasiswa mencegah
korupsi
e)
Mengetahui dampak dari korupsi
f)
Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
g)
Mengetahui peran serta pemerintah dalam
memberantas korupsi.
h)
Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam
pemberantasan korupsi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Pengertian
Korupsi secara Teoritis
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang
dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi
menurut Huntington(1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh
masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak
para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku
individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi
terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
B.
Tindak
Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang
Memperhatikan
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak
Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi
Pasif.
I.
Korupsi Aktif
-
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat
merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
-
Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat
untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5
ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
-
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan
bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik
Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara
dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang yang bertugas mengawasi
penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001)
-
Pegawai negeri atau selain pegawai negeri
yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau
untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau
surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau
sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus
pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri atau orang selain Pegawai
Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus
atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau
daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain
menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
-
Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan
atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor
20 tahun 2001) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas
umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta atau
menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada
dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada
waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat
hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah
merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun
tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau
persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-
Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
II.
Korupsi Pasif
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2)
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim atau advokat yang menerima pemberian
atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat
(2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
-
Orang yang menerima penyerahan bahan atau
keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik
indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2)
Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
-
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12
huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Advokat yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang
nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya
dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20
tahun 2001).
C.
Teori
Budaya Korupsi
Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman
lampau. Korupsi menjadi budaya dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi
harga mati bagi kalangan ningrat dan golongannya.
Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan
sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi
dimana-mana. Antara pengusaha dan pejabat birokrat yang
mempunyai kekuasaan atau antara warga bertaraf ekonomi menengah ke bawah.
Sepertinya dalam berbagai perbincangan, kata korupsi merupakan kata yang sudah
tidak aneh lagi. Seolah telah menjadi bahasa lumrah dalam perbincangan.
Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran
etika individual melainkan dianggap sebagai pelanggaran etika sosial sebagai
kesepakatan umum. Para anggota dewan, birokrasi, dan penegak hukum masih
menganggap bahwa korupsi merupakan tindakan pelanggaran etika individual yang
harus dihindari. Berkembangnya sikapsemacam ini justru membahayakan. Jika
terjadi di kalangan anggota dewan dan berkaitan erat dengan penegak hukum. Hal
ini disebabkan karena korupsi di DPR dilakukan dalam peraturan
perundang-undangan yang sah sebagai kebijakan negara (corruption by policy).Hal
ini tentu akan merusak cita-cita dan tujuan bangsa.
Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR,
telah membuktikan bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah
lembaga yang memegang kedaulatan rakyat. Dimana rakyat menaruh
harapan banyak kepada para DPR. Namun tidak semua DPR melakukan korupsi, tetapi
dengan adanya DPR yng melakukan korupsi akan mengubah persepsi masyarakat
sehingga menjadi tidak percaya lagi terhadap kinerja DPR.
Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai
negeri. Dalam hal ini salah satu pemicunya adalah gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang
rendah danbanyaknya kepentingan partai politik maka semua ini akan mendorong
pada tindakan korupsi dalam birokrasi dan dalam masyarakat.
Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar
juga sering melakukan tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala
desa, para calon memberikan uang kepada para warga dengan maksud agar warga
memilih calon kepala desa tersebut. hal ini juga termasuk dalam tidakan
suap. Perilaku korupsi juga tak hanya berlaku pada siapa yang menerima
uang pelicin, tetapi juga pada siapa yang memberikan uang pelicin
tersebut. (Semma, 2008:36). Jadi, terhadap pemberi suap maupun penerima suap sama-sama telah melakukan
perilaku korupsi.
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang
membocorkan kuncijawaban UNAS kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua
dengan nilai yang memuaskan. Tentu hal ini juga terbilang korupsi dalam tingkat
yang kecil. Murid sudah diajarkan terlebih dahulu untuk berbuat kecurangan
yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan soal UNAS. Semestinya dalam
lingkup pendidikan anak sudah mulai diajarkan sejak dini untuk selalu
berperilaku jujur.
Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir
semua orang di negeri ini sudah mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai
taraf tinggi. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu upaya
untuk menghilangkan korupsi tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan
kebudayaan masyarakat yang merupakan warisan. Salah satu cara yang bisa
dilakukan yaitu dengan cara mengubah budaya pada masyarakat yang masih
mengagungkan kebudayaan lama yang dianut. Seberapa kuat kebudayaan lama,
jika kita lama-lama mampu mengikis secara terus menerus akan terlihat dampak
dengan mulai berkurangnya perilaku korupsi.
D. Faktor Penyebab Korupsi
Menurut Yamamah, ketika perilaku konsumtif dan materialistic
masyarakat serta sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat
“memaksa” terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009).
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan
yang tidak mampu ditahannya. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan
menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Secara umum faktor penyebab korupsi dapat
terjadi karena faktor politik, hukum, ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul
Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan
empat factor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor hukum, faktor
ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
1. Faktor
Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat
ketika terjadi instabilitas politik,
kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika meraih dan
mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level pemerintahan
adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan,
pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi, disebabkan suatu hal
yang disebut konstelasi politik.
Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku curang
(politik uang) pada pemilihan anggota legislatif atau pejabat-pejabat
eksekutif, dana illegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik
parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik lobi yang menyimpang (De Asis:
2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari adanya monopoli
(kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa keterbukaan dan
pertanggungjawaban.
2. Faktor
Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari
aspek perundang-undangan dan sisi lain
lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam
aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas
sehingga menjadi multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan
peraturan lain, sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang dilarang,
sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya, memungkinkan peraturan tidak
kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan mengalami resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan
legitimasi bagi berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan
dan mengakumulasi kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal
yang dianggap berpotensi menjadi penyebab timbulnya korupsi.
Pertama, sistem politik; kedua, intensitas moral seseorang atau
kelompok; ketiga, remunerasi (pendapatan) yang minim; keempat, pengawasan baik
bersifat internal-eksternal; kelima, budaya taat aturan. Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk
(Basyaib: 2002) yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan
perundang-undangan memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di
samping itu, praktik penegakan hukum juga masih dililiy berbagai permasalahan
yang menjauhkan hukum dari tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi.
Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan
atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak mutlak benar
karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya dilakukan orang untuk
memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah
dan hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan
hidup. Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan
tinggi (Sulistyantoro: 2004). Pendapat
lain menyatakan kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri merupakan faktor paling menonjol
menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil,
ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang kekuasaan,
anggota parlemen termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korup.
4. Faktor
Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya
korupsi dari sudut pandang organisasi
meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur
organisasi yang benar, (c) system akuntabilitas di instansi pemerintah kurang
memadai, (d) manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.
Melalui tujuan organisasi para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang
segala kegiatan dan tentang apa saja yang tidak, serta apa yang dikerjakan
dalam kerangka organisasi. Tujuan organisasi dapat berfungsi menyediakan pedoman-pedoman
praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi menghubungkan anggota dengan
berbagai tata cara dalam kelompok. Standar tindakan anggota organisasi akan
menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah organisasi berfungsi baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di
bawah sebuah pola tingkah laku (yang normatif), sehingga dapat dikatakan
kehidupan bersama mungkin apabila anggota-anggota bersedia memenuhi aturan yang
telah ditentukan.
E.
Gerakan
Anti Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum dapat menunjukkan
hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. Berdasarkan UU No.30 Tahun 2002,
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirumuskan sebagai rangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberanas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi, monitor, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi terdapat 3
(tiga) unsur utama, yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta masyarakat. Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah
dengan sadar melakukan suatu Gerakan Anti-Korupsi di masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi di
masyarakat diharapkan dapat mencegah munculnya perilaku koruptip. Gerakan
anti-korupsi adalah suatu gerakan jangka panjang yang harus melibatkan seluruh
pemangku kepentingan yang terkait, yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pada dasarnya korupsi yang terjadi jika ada
pertemuan antara tiga factor utama, yaitu: niat, kesempatan, dan
kewenangan. Sehingga upaya memerangi korupsi
pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalkan
ketiga faktor tersebut. Karena, gerakan anti korupsi adalah suatu gerakan yang
memperbaiki perilaku individu dan sistem untuk mencegah
terjadinya perilaku koruptif, sehingga dapat memperkecil peluang
berkembang luasnya korupsi di negeri ini. Upaya perbaikan perilaku manusia
antara lain dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai yang mendukung
terciptanya perilaku anti-koruptif. Nilai-nilai
yang dimaksud antara lain adalah kejujuran, kepedulian, kerja keras, kemandirian,
kedisiplinan, tanggungjawab, kesederhanaan, keberanian dan keadilan. Penanaman
nilai-nilai ini kepada masyarakat dilakukan dengan berbagai cara yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini juga penting
dilakukan kepada mahasiswa.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Peran Mahasiswa dalam
Mencegah Tindak Korupsi
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupunpegawai negeri,
serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan
tidaklegal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak[1].
Dari
sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi
unsur-unsur sebagai berikut:
·
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau
sarana,
·
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi, dan
·
merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Jenis
tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
·
penggelapan dalam jabatan,
·
pemerasan dalam jabatan,
·
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara), dan
Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling
menentukan kondisi zaman tersebut dimasa depan. Mahasiswa salah satu bagian
dari gerakan pemuda. Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa
perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi bagian
kekuatan perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928 telah memberikan semangat
nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa
Sumpah Pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan
perjuangan kemerdekaan di Indonesia. Peranan tokoh-tokoh pemuda lainnya adalag
Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi
tahun 1998. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan
sebagai motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang
mereka miliki dan jalankan. Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang
akan dating yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama
Korupsi. Peran penting mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari
karakteristik yang mereka miliki, yaitu: intelektualitas, jiwa muda dan
idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh
semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu
mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa
peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting
sebagai agen perubahan (agent of change). Mahasiswa didukung oleh
kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu: intelegensia, ide-ide kreatif,
kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan kebenaran. Dengan kompetensi
yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan,
mereka mampu menyuarakan kepentingan`rakyat, mampu mengkritisi
kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog
lembaga-lembaga negara dan penegak hukum.
B. Keterlibatan Mahasiswa
1.
Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat
dimulai dari lingkungan keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan
keluarga ini adalah tingkat ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang
berlaku. Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah dirugikannya
orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri
mahasiswa yang diawali dari lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan.
Justru karena anggota keluarga adalah orang-orang terdekat, yang setiap saat
bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap adanya perilaku korupsi yang
dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.
2.
Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan
kampus dapat dibagi ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya
sendiri, dan untuk komunitas mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang
mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar dirinya sendiri tidak akan berperilaku
koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks komunitas seorang mahasiswa
diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame mahasiswa dan organisasi
kemahasiswaan kampus untuk tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.
3.
Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa
untuk mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
4.
Di Tingkat Lokal dan Nasional
Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin
(leader) dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal
maupun nasional. Kegiatan-kegiatan anti korupsi
yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi akan mampu membangunkan kesadaran
masyarakat akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu Negara.
C.
Peranan Pendidikan Anti
Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk
bekal hidup setiap orang. Disini ‘murid’ belajar memahami nilai-nilai yang
diterima dan harus ditaati dalam masyarakat tempat dia tinggal dan dalam
masyarakat dunia. Dalam mempelajari nilai-nilai ini akan ditemui manfaat jika
kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa akibatnya jika kita melanggarnya.
Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah bagaimana penanaman kembali
nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang agar
dapat diterima dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungannya. Di
antara sifat-sifat itu ada jujur, bertanggung jawab, berani, sopan, mandiri,
empati, kerja keras, dan masih banyak lagi. Pendidikan adalah salah satu
penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem pendidikan
sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan
anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk
koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi
koruptor atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan
masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal
pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus
korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di
Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka
adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa. Pendidikan anti
korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika
KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya
menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga
penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan
moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu
halnya pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi
korupsi.
Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan
korupsi uang. Seperti yang dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa
pendidikan dan pembudayaan antikorupsi akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar
hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012. Pemerintah akan memulai proyek
percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi. Jika hal tersebut
dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di masa
depan kasus korupsi bisa diminimalisir.
D.
Hambatan dalam Penerapan
Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan Kampus
1. Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan
panutan dan kurangnya political-will
dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.
2. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung
setengah-setengah.
3. Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap
korupsi.
4. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan
birokrasiyang cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi
strukturdan kultur.
5. Peraturan perundang-undangan
hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak pernah memiliki roh sama
sekali.
6. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas
ataupengontrol, sehingga tidak ada check and balance.
7. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan
korupsipada sistem politik dan sistem administrasi Indonesia.
8. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga
daricontoh-contoh kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak
dari tuduhan yang diajukan oleh jaksa.
9. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan
masyarakat yang semakin canggih.
10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan
amanah yang diemban.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap
penanganan kasus korupsi yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan
berimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan
mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu
melaksanakan Undang-Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola
pikir baru terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN
(Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat
demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan
korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini
adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia,
khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka adalah agen
perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa.
5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh
semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu
mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa
peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting
sebagai agen perubahan (agent of change).
Saran-Saran
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti
korupsi dini sebagai figur dalam
pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal didapatkan
generasi muda berasal dari keluarga.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan
pendidikan anti korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku
Perguruan Tinggi sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa
sebagai salah satu bagian dari generasi
penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif, kebijakan,
dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan
pembelajaran kehidupan kebangsaan.
4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi
memberikan pembelajaran lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa
tentang realitas sosial, masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi,
pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi untuk kreatif dan mandiri mengajak
dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk proaktif memberantas korupsi.
5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan
baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga
pemasyarakatan.
6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait
secara sinergis untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti
korupsi dini di segala aspek kehidupan.
7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk
lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html
(24/11/2014)
Razib,
Rizal : 2013. Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia;
Internalisasi Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara. http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalampemberantasan.html
Khoiri,
Mishad : 2013. Pendidikan Anti Korupsi. http://kualitaindonesia.blogspot.com/2012/03/pendidikan-antikorupsi.html
http://ridwanmuslim.wordpress.com/2013/04/03/makalah-korupsi-indonesia/
Rizani,
Ahmad. 2013. Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan
Korupsi.http://kompasiana.com/post/hukum/2011/01/29/peran-sertapemuda-sebagai-agen-pemberantasan-korupsi/
http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/03/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
(diakses tanggal 24 November
2014 )
Langganan:
Postingan (Atom)